Untuk Tanah Air

Karya, Farhan Nafisah

Rumahku...
Dimana aku tak lagi merasa terasing
Dimana tak lagi aku merasa terbodohi
Dalam satu kiasan makna
Untaian kata terlontar,
menjadi satu kalimat indah yang mudah diucapkan
namun tidak secara kontekstual

Tapi....
Kalimat itu bukan hanya sanjungan kata
Bukan hanya tulisan indah dalam sebuah spanduk
Bukan hanya kiasan kata yang menyanjung-nyanjung pahlawan negeri
Bukan senjata untuk berpura-pura sebagai patriot bangsa
BUKAN ITU!!!

Bukan juga seperti bunglon?
Selalu merubah dirinya sesuai warna keinginan lingkungannya
Tak peduli suka atau tidak...
Layaknya kita manusia
Beribu topeng terhias di wajah kita
Menipu diri tanpa perduli ada kewajiban yang harus kita tanggung
Ada sebuah tanggung jawab besar yang harus diselesaikan
Ada satu visi hidup yang harus dilaksanakan

Bukanlah saat kita berkata-kata
Bukan pula sebuah sandiwara
Tapi segalanya dalam perilaku dan tutur kata
Atau dengan prestasi dan keterampilan
Tak hanya bisikan angin belaka
Tapi ledakan petir yang besar dan menggema
Yang mengakar dalam prinsip hidup

Hidup yang akan dihadapi itu...
Tidaklah mungkin hanya akan menepis dahan-dahan di hutan
Tetapi mendaki tebing yang terjal dan menyeberangi lautan
Bahkan menyelam dan menggali kedalaman bumi
Butuh perjuangan dan pengorbanan
Layaknya sang kuda berlari mengejar sebuah harapan
Ia tak akan berhenti sampai semuanya tercapai
Tidak hanya kisah yang terulur dari barisan huruf
Dan bukan hanya kata-kata kosong
Bukan hanya penghias sebuah puisi perjuangan
Tapi harus diwujudkan dengan perubahan yang signifikan



Betapapun kau mengucapkannya berulang kali
Dahan tak akan hijau hanya dengan kata-kata
Tapi dengan menyiramnya...
Layaknya keberhasilan bangsa

Kawan, mari dengar sebuah renungan hati
Yang terlahir
Dari satu kisah yang terekam dalam sebuah memori...

Pedihnya luka yang mereka rasakan
Luka jiwa, luka raga
Hunusan pedang, ledakan senjata
Beribu perih, beribu letih
Dari peluh, hingga tetesan darah mereka
Tapi,
Walau jemarinya tak kuasa menyentuh sinar harapan
Walau dirinya diliputi ketakutan akan penjajahan
Tak satupun dari mereka yang meratap
Atau bahkan mengeluh dan menangis kesakitan
Yang ku dengar, hanyalah teriakan dari semangat mereka
Teriakan dari kemarahan dan kemurkaan mereka pada para penjajah

Negeri ini mahal...
Kebebasan yang telah kita rasakan
SANGAT MAHAL
Tidakkah kau menyadari?

Seharusnya kita merasa malu,
Malu selalu meratap dan pasrah
Malu tak dapat memperjuangkan harga diri negeri ini
Malu karena belum bisa berprestasi
Aku merasa tolol
Aku merasa mati
Mati sendiri
Aku malu pada negeriku sendiri

Kita tak mungkin hanya meratapi dan menerima
Jangan kau jadikan diri mu seperti robot
Mari bangkit dan bersatu
Arahkan misi pada perjuangan
Karena nyatanya
Negeri kita masih mampu berjuang hingga sekarang
Negeri kita masih kaya walau tekoyak aset alamnya
Negeri kita punya potensi yang berharga
Negeri kita telah tersentuh pendidikan
Negeri kita telah kaya teknologi

Dan....
Perjalanan hidup itu…
Satu langkah menuju perubahan
Satu langkah menuju tantangan yang baru
Satu langkah menuju nilai A
Lalu...
Di manakah kita berada?
Khususnya bagi keberadaan negeri Indonesia
Bagi kita rakyatnya
Dan bagiku sendiri...

Maka
Perjalanan pun masih panjang
Kesempatan itu selalu ada
Selama kita masih memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh
Tak perduli berapa banyak langkah ketertinggalan kita dari jadwal masa depan
Akan bisa diraih

Seluas samudera menyelimuti bumi
Birunya membiaskan cahaya kemilau harapan
Terentang semua potensi pada dirinya
Jemarinya kuat dan ringan
Pemikirannya pintar dan imajenatif
Pemuda indonesia akan siap maju
Mari bangkit dan berjuang...
Untuk tanah air kita

Komentar